Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

BI Beri Ruang Rupiah Menguat Lebih Lanjut, Begini Caranya

image-gnews
Bank Indonesia (BI). TEMPO/Subekti
Bank Indonesia (BI). TEMPO/Subekti
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia tetap memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat lebih lanjut dari level saat ini, Rp 14.024 per dolar AS. Caranya dengan terus mengefektifkan transaksi Domestic Non Deliverable Forward.

Baca: Rupiah Menguat, Tiga Faktor Ini Diduga Jadi Alasannya

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengungkapkan bank sentral juga turut mengawal penguatan tersebut termasuk dengan membuka lelang Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) pada hari Senin ini pukul 08.30 WIB dan dilanjutkan dengan intervensi bilateral melalui delapan broker secara kuat.

"Meningkatnya aktivitas BI di pasar DNDF, selain untuk memastikan kurs offshore NDF terkendali, juga sebagai dukungan penuh bagi berkembangnya pasar DNDF agar lebih likuid dan efisien," kata Nanang, Senin, 7 Januari 2019.

Sejauh ini, terdapat 13 bank yang aktif di pasar interbank DNDF serta investor asing bertransaksi untuk hedging investasi di saham dan beberapa korporasi, termasuk satu BUMN yang sudah aktif melakukan transaksi DNDF. Menurut Nanang, selain dalam dolar AS/rupiah, transaksi DNDF nasabah juga sudah ada yang melakukan dalam yen/rupiah dan euro/rupiah.

"Bila transaksi DNDF ini terus berkembang dan banyak digunakan untuk hedging, maka akan membantu memuluskan pembelian valas di dalam negeri, sehingga rupiah bisa lebih stabil," tutur Nanang.

Penguatan rupiah terjadi di tengah optimisme yang mewarnai pasar keuangan global atas prospek hasil negosiasi kesepakatan sengketa dagang AS dan China serta perubahan sikap Chairman FOMC The Fed atas lintasan suku bunga AS ke depan.

Tidak seperti sebelumnya, pascajatuhnya harga saham di AS, kali ini The Fed menyiratkan akan lebih fleksibel dan bakal menunggu perkembangan data ekonomi, serta siap melakukan perubahan dalam kebijakan suku bunga ke depan. Selain itu, bank sentral AS mulai melunak atas rencana proses penarikan likuiditas dari sistem keuangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagaimana diketahui, sebagai bagian dari proses normalisasi kebijakan moneter pascakrisis 2008, The Fed sedang dalam proses melepaskan kembali surat-surat berharga yang diterbitkan swasta sejak Desember 2017. Instrumen tersebut dibeli Federal Reserve untuk mengatasi krisis keuangan pada 2008-2009.

Artinya, tengah terjadi penarikan likuiditas dari sistem keuangan. Surat berharga milik swasta yang ada pada neraca The Fed sampai saat ini baru turun ke US$3,86 triliun per Januari 2018, dari US$ 4,2 triliun yang bertahan sejak Januari 2014. "Bila penarikan likuiditas dari sistem keuangan dilakukan terlalu cepat maka dapat menimbulkan keketatan dolar AS di seluruh dunia," ucap Nanang.

Meski kondisi ekonomi AS semakin solid, tapi diperkirakan tidak akan tetap kuat menahan pelemahan ekonomi global bila ekonomi Eropa, Jepang, dan Cina semakin kehilangan tenaga. Meski data ekonomi AS masih menunjukkan kondisi yang solid, tapi sektor industri memperlihatkan pelemahan. Hal ini terindikasi dari penurunan Purchasing Manager Index (PMI) dan Institute of Supply Management (ISM).

Adapun nonfarm payrolls AS pada Desember 2018 meningkat melebihi ekspektasi pasar ke level 312.000 dari bulan sebelumnya yang direvisi naik ke level 176.000 atau peningkatan ke level tertinggi dalam 10 bulan terakhir. Sementara itu, berbagai indikator manufaktur di Eropa dan Cina semakin menunjukkan kemerosotan sebagai indikasi bahwa perang dagang mulai menimbulkan efek negatif.

Baca: 2019, Nilai Tukar Rupiah Masih Banyak Bergantung Ekonomi Global

Sentimen positif dari kesepakatan perang dagang, perubahan sikap The Fed, dan berbagai perkembangan data ekonomi tersebut dinilai mendorong terjadinya pelemahan nilai tukar dolar AS secara lebih luas, serta penguatan indeks saham global dan kenaikan yield US Treasury.

BISNIS

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

3 jam lalu

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (kiri), Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa (kanan) memberikan keterangan pers terkait hasil rapat berkala KSSK tahun 2022 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 1 Agustus 2022. Namun KSSK juga mewaspadai sejumlah risiko dari perekonomian global yang dapat berdampak pada sistem keuangan dan ekonomi di dalam negeri. Tempo/Tony Hartawan'
Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.


Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

5 jam lalu

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan saat konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2023. International Monetary Fund (IMF) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2023 yang semula 2,7 persen menjadi 2,9 persen. TEMPO/Tony Hartawan
Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.


Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

6 jam lalu

Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 23 Oktober 2023. ANTARA/Mentari Dwi Gayati
Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar rupiah pada triwulan I 2024 mengalami depresiasi 2,89 persen ytd sampai 28 Maret 2024.


Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

11 jam lalu

Pengunjung melihat layar pergerakan Index Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa 16 April 2024. IHSG ambruk di tengah banyaknya sentimen negatif dari global saat Indonesia sedang libur Panjang dalam rangka Hari Raya Lebaran 2024 atau Idul Fitri 1445 H, mulai dari memanasnya situasi di Timur Tengah, hingga inflasi Amerika Serikat (AS) yang kembali memanas. TEMPO/Tony Hartawan
Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.


Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

12 jam lalu

Karyawan menunjukkan uang pecahan 100 dolar Amerika di penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa 16 April 2024, Nilai tukar rupiah tercatat melemah hingga menembus level Rp16.200 per dolar Amerika Serikat (AS) setelah libur Lebaran 2024. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Edi Susianto menyampaikan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terjadi seiring dengan adanya sejumlah perkembangan global saat libur Lebaran. TEMPO/Tony Hartawan
Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di angka Rp 16.088 pada perdagangan akhir pekan ini.


Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

1 hari lalu

Ilustrasi mata uang Rupiah. Brent Lewin/Bloomberg via Getty Images
Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.


Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

2 hari lalu

Seorang pengrajin membuat tenun dalam rangkaian acara Festival Rimpu Mantika di Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu, 27 April 2024 (TEMPO/Akhyar M. Nur)
Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.


Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

3 hari lalu

Ilustrasi Uang Rupiah. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.


Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

3 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.


5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

3 hari lalu

Ilustrasi penukaran mata uang asing dan nilai Rupiah.  Tempo/Tony Hartawan
5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

Daftar negara dengan mata uang terlemah menjadi perhatian utama bagi para pengamat ekonomi dan pelaku pasar.